Acara Lomba Mancing Karimunjawa Bupati Jepara VI Cup sudah berlalu. Meski sudah digelar 6 kali, masih banyak catatan penting, khususnya bagi panitia pelaksana. Dari segi servis ke para peserta, panitia patut diacungi jempol. Dengan kontribusi Rp 800.000, perjalanan Semarang-Karimunjawa PP, homestay , makan siang dan perahu mancing sudah cukup memuaskan peserta. Juga kedisiplinan mulai dari jam berangkat di Pelabuhan Tanjung Mas, serta saat tiba di Karimunjawa dan menuju perahu mancing. Yang kurang justru saat lomba berlangsung. Beberapa perahu lomba ternyata tidak dilengkapi radio dan kamera. Sehingga sulit untuk membuktikan siapa sebenernya pemancing yang berhasil mengangkat ikan juara. Ataupun cara mancing ikan tersebut. Apalagi sampai harus mengikuti standar IGFA [International Game Fishing Association]. Dimana semua perangkat yang digunakan harus mengacu pada standar mereka.
Bagaimanapun, meski lomba kali ini masih juga belum sempurna, dari banyak segi panitia sudah sangat sukses. Apalagi melalui ajang lomba ini pun, banyak investor baru yang semakin tertarik berinvestasi di Kepulauan Karimunjawa.
Suamiku sendiri, --mas Rinto, sudah hampir 4 tahun ini menekuni kembali hobi mancingnya. Mulai dari 'kelas' sawah di daerah Keramas-Tembalang, sampaipun dikolam-kolam serta dilaut Korowelang-Kendal. Ketika akhirnya sebulan lalu diajak untuk ikut di Lomba Mancing di Karimunjawa, mas Rinto samasekali tidak menolak. Bagaimana mau menolak, pendaftaran sudah dibayari. Hanya tinggal berangkat dan mempraktikkan ilmu mancingnya.
Jumat 31 Oktober malam, mas Rinto dan Eko, --satu teman mancingnya dari Suren-Banyumanik, sudah berangkat dan menginap dimess kantor Global Net Persada[GNP]. Meski prinsip lomba mencari pemenang personal, namun karena yang membiayai semua uang pendaftaran adalah owner dari GNP, 6 orang yang berangkat otomatis mengusung nama GNP. Aku samasekali tidak mengontak mas Rinto selama lomba berlangsung. Aku cukup bersabar menunggu sampai Senin malam. Baik untuk mengetahui semua kisah jalannya lomba, pun tentu saja hasil lombanya.
Senin 2 Nopember malam, akhirnya mas Rinto pulang bersama Eko, --motor Eko aku minta dititip dikosku saja. Setelah membalas salam, pertanyaan pertama tentu saja, "Piye? Menang po ora?". Eko dengan sumringah menjawab, "Alhamdulillah Neng. Juara 2. Lumayan".
"Waah..Bukan lumayan lagi. Syukur sekali itu," balasku hampir berteriak. "Kopi panas dulu ya, baru cerita-cerita."
Sambil segera siapkan 2 mug kopi panas kental dan manis, aku langsung ndeprok dan tak sabar dengar cerita mereka berdua.
"Yang naik tengiri, 5,1KG dengan cara trolling,"..
"Wah! Akhirnya trolling terpakai juga. Koq bisa?"
"Sik to Neng. Rungokke wae. Jo kokehan takon", mas Rinto memotong sambil membereskan piranti-piranti mancingnya.
"Sebenernya mau dapet marlin juga. Sayang, marlinnya mocel. Suamimu juga benggel. Ta suruh lempar umpan 30 meteran saja, malah dilempar 60 meter. Marlinnya sudah ngekorin, tapi akhirnya hilang dan nggak mau makan," sambung Eko panjang lebar.
"Dapetnya kemarin?" Tanyaku.
"Justru baru dapet tadi pagi. Sekalian jalan mau kembali ke Karimun. Mancing dasarnya tidak terlalu banyak, meski dapet beberapa kakap merah, kerang-kerong dan seekor kakap putih."
"Tapi, sayang. Eko nggak dapet megang pialanya," sela suamiku.
"Koq bisa?"
"Yang maju saat penerimaan piala dan hadiah Pak Joko. Dus yang nantinya masuk berita di SM ya Pak Joko"..
"Loo, gimana ceritanya?"
"Saat penimbangan ikan, panitia sudah bertanya ikannya mau atas nama siapa. Aku sudah coba bilang kalau itu atas nama Eko. Tapi, mungkin karena panitia bilang cuma sebagai formalitas saja, akhirnya Pak Joko maju. Bahkan sampai penyerahan hadiah dan sesi foto-foto".
Waaah, sisa malam jadi agak muram. Rasa bahagia dan bangga jadi berkurang. Terbayang seandainya Eko yang tetap naik dan maju saat penyerahan hadiah, pastinya dukungan dari kedua orangtuanya dan pacarnya bisa lebih banyak. Bahwa hobi mancing itu tidak saja buang-buang waktu, uang dan tenaga. Tapi ada jalan untuk menjadikannya mancing prestasi.
Pak Joko bisa dikatakan pihak yang mengajak dan membayari tim GNP. Jadi, besar kemungkinan beliau maju memang sebagai perwakilan GNP. Bukan dalam kapasitas mengakui bahwa tengiri yang naik adalah hasil pancingannya
Pelajaran yang bisa dipetik adalah, sudah saatnya panitia pelaksana lomba lebih memperketat aturan main saat lomba. Jangan terkesan lomba dengan skala hampir nasional ini menjadi lomba antar kampung, misalnya. Tapi, benar-benar menjadi ajang lomba mancing bergengsi, baik di Jawa Tengah khususnya, bahkan di Indonesia. Himbauan ini tidak terbatas pada lomba-lomba mancing dilaut saja, tapi tentunya disetiap lomba mancing di anapun. Di kolam, di tambak atau lokasi-lokasi lainnya.
hohohoho~ ditulis namanya ...awas bun kepleset :P
ReplyDeleteiyah, bener!
ReplyDeletetpi yg pnting kn pngalamanny hoho..
*op to?*
hehe..
@Didut :iallah, niat awal nulisnya baik koq. Jadi, harapannya, akhirnya juga sama baiknya. Amin
ReplyDelete@Johanis : yak benar! Nurut kata bos, momennya itu looo...Nggak bakal ke ulang.
Thanks sudah mampir dimari yaaa...