Terhitung sudah hampir 11 tahun menulis di blog. Sejak kapan? Ingatan yang paling jelas, yaitu saat bisa hadir di momen ulang tahun pertama komunitas blogger kota Semarang, LoenpiadotNet, di salah satu cafe di daerah Tembalang.
Waktu itu aktifitas utama sebatas menuliskan banyak hal, publish, lebih kepada pemuasan hasrat pribadi. Menuangkan kisah-kisah harian, ide-ide yang membuat susah tidur kalau tak tertuliskan, pun usaha menjaga kebisaan ber-Bahasa Inggris. Pendek kata, kontennya masih amburadul.
Tidak! Masih jauh panggang dari api.
Meski pun begitu, alhamdulillah tahun ini ada peningkatan. Tepatnya tiga tahun terakhir.
Freelance contributor di beberapa blog, travel blog, web hobiis mancing dan sedang berusaha tuntaskan fiksi pertama (baca: novel) di kanal Kompasiana.
Peningkatan berikutnya, dipercaya menjadi admin web berkonten khusus. Yang tadinya hanya menjadi semacam 'resepsionis', kelola berbagai jenis web dengan spesifikasi kontennya masing-masing sebatas sebagai Customer Service, sekarang harus lebih memahami 'bagian dalam' dan menjaga setiap tulisan yang hendak ditayangkan sejalan dengan visi misi konten web tersebut.
Alamat webnya masih belum bisa di-share, mengikuti permintaan owner karena hendak di-launching berbarengan dengan beberapa event khusus lainnya.
Beberapa pembelajaran personal saya selama satu dasawarsa menulis di blog, di antaranya:- Lakukanlah hal-hal positif se-awal mungkin. Misalnya, menulis tanpa typo atau kesalahan mengetik. Baik itu kata, kalimat, pun informasi yang kemudian dirangkai menjadi satu tulisan utuh.
- Ini bagian klise karena di hampir setiap kelas menulis atau kegiatan-kegiatan berbagi tentang dunia per-bloggingan, selalu diingatkan untuk menuliskan hal-hal yang kita sukai. Atau hobi kita. Minimal, sesuatu yang rutin kita lakukan. Misal, seperti aktifitas saya sekarang menjadi penulis kontributor web travel dan web memancing serta membantu memasarkan produk-produk recycling dari bank sampah milik keluarga saya, tiga hal itu lah yang paling sering saya tuliskan.
- Jika dua tips sederhana di atas masih tak membantu melewati fase
writers-blockatau saat ide bertaburan tapi sulit dituliskan alias ngadat menulis, ini indikasi awal kita butuh komunitas. Meski tak semua sediakan kartu anggota, saya mulai agak kesulitan sebutkan komunitas apa saja yang saya ikuti. Baik dari skala penggembira saja, silent reader atau aktif sekali. - Fokuslah mengikuti komunitas yang bersesuaian dengan aktifitas menulis. Misal, saya menjadi kontributor web travel dan hobiis mancing. Dua tema utama inilah yang melatari saya memilih grup atau komunitas yang ingin saya ikuti atau bergabung di dalamnya. Terutama, pastinya komunitas menulis yaaa. Kemudian, bisa ditambahkan dengan komunitas fotografi, karena saat ini tulisan blog yang baik akan lebih 'menjual' jika dilengkapi koleksi foto pribadi.
- Tak pelit berbagi pengetahuan yang kita miliki. Maksudnya? Saat ini, era digital sudah semakin meluas. Sudah menyentuh hampir semua jenis profesi. Banyak blogger yang eksis dengan web personalnya meski masih aktif menjadi pegawai atau karyawan. Ada yang konten blognya sejalan dengan pekerjaan rutinnya, ada pula yang kontennya berseberangan tetapi merupakan hobi blogger tersebut. Ada pula yang fokus 'menguangkan' atau moneytizing blog, menjadikan kompleksitas aktifitas bloggingnya sebagai penghasilan utama. Nah, karena blog-blog serta aktifitas menulis saya masih so-so, saya pribadi belum 'menguangkan' sedikit pengetahuan blogging saya. Masih sebatas berbagi biasa. Penghasilan penulis kontributor dan admin web belum bisa dikategorikan penghasilan utama keluarga. Masih sebatas dilatari prinsip, saya akan semakin menguasai pengetahuan yang saya miliki dengan membaginya ke siapa pun yang berkenan diajari.
- Lima tips di atas, saya yakini akan membuka jalan Anda semua ke tingkat yang lebih tinggi. Apa saja? Pemilik web dengan konten spesifik yang laris mengundang pemasang iklan. Penulis yang bekerjanya tidak dipatok sekian jam kerja. Yang paling utama, menurut saya, Anda lambat laun memiliki kemampuan sebagai pengajar tanpa harus menempuh pendidikan formal. Peribahasa lama yang pas untuk ini, 'Ala bisa karena biasa'. Saya? Benar saya menempuh pendidikan formal keguruan khusus untuk menjadi pengajar Bahasa Inggris. Namun, minus ijazah, rasanya 'tak sopan' kenakan sekian rupiah bayaran bagi para murid saya.
Momen peringatan sepuluh tahun menjadi blogger saya ini memang tanpa give-away. Namun, saya ingin siapa pun yang membaca ini percaya, dengan menulis kita telah berada di barisan para penyampai ilmu (baca: pengetahuan). Barisan yang teruskan estafet kemampuan-kemampuan positif yang bisa diraih siapa pun, untuk kemudian membaginya lagi. Dengan atau tanpa uang.
Bismillah, amin. InshaAllah.
Post a Comment
Post a Comment