Sekitar tiga
pekan lalu, di awal September, saya beruntung hadiri langsung salah satu event
di desa adat Limbungan. Festival Limbungan, Sabtu 2 September.
Digagas para
mahasiswa lintas fakultas dari Universitas Mataram, acara festival melibatkan
pejabat dari Dinas Pariwisata kabupaten Lombok Timur, sesepuh desa dan wartawan
media online serta offline, pun beberapa relawan pariwisata digital –Generasi Pesona
Indonesia, Genpi.
Tarian di Seremoni Pembukaan Festival Limbungan. Dokpri |
Di buka sekitar
pukul sepuluh pagi waktu setempat, rombongan tamu disambut rancak tabuh Gendang
Beleq juga cantiknya para dedare (gadis) Limbungan kenakan Lambung (busana khas
Sasak Lombok, umumnya berwarna hitam) dan kain tenun bermotif sama cantiknya.
Tarian panen
padi menjadi seremoni pembuka yang dilanjutkan pidato sambutan dari Kepala Desa
Perigi, Darmawan, sampaikan kesiapan warga masyarakat desa serta khususnya
penduduk di dua dusun adat Limbungan Barat dan Limbungan Timur. Sambutan
berikutnya disampaikan Kepala Dinas Pariwisata kabupaten Lombok Timur H. M.
Juhad, tekankan dukungan penuh pemerintah agar Festival Limbungan bisa
dilaksanakan rutin setiap tahun.
Di sela seremoni
acara pembukaan, saya sempatkan berbincang dengan seorang dedare Sasak lainnya.
Dengan semangat ia kisahkan bagaimana ia bahagia ketika usulan tema thesis --program
strata satu kependidikan Bahasa Inggris, mengulas sisi budaya desa adat
Limbungan disetujui dosennya. Kepeduliannya pada eksisnya budaya dan tradisi
yang lekat di warga Limbungan bukan tak beralasan. Sebagian darahnya masih
kental di garis keturunan Limbungan. Seringkali ia diajak kakeknya, terlibat
langsung di beberapa tradisi keluarga. Dari gadis ini pula saya baru tahu, ada
upcara adat Ngayu Ayu di Limbungan. Sedikit berbeda konsep dengan Ngayu Ayu di
Sembalun. Ngayu Ayu di Limbungan lebih sering dilaksanakan sebagai acara adat
meminta hujan.
Desa adat
Limbungan berada di ketinggian sekitar 1000 mdpl. Tepatnya menjadi bagian dari Desa Perigi Kecamatan Suela, kabupaten Lombok Timur. View asyik dari desa
dengan penduduk sekitar dua ribu lebih ini mengarah ke tepi laut di sekitar
pelabuhan Kayangan Lombok. Ke arah barat, lereng timur kawasan Taman Nasional
Gunung Rinjani menjadi latar yang lebih sering tertutup kabut segera setelah
mentari pagi makin beranjak.
Gerbang terluar menuju Desa Adat Limbungan. Berada di sisi kiri ruas jalan raya Mataram - Pelabuhan Kayangan Lombok Timur. Dokpri |
Di kawasan kecamatan Suela ini pula terdapat kompleks Makam Selaparang. Diyakini sebagai salah satu jejak salah satu kerajaan suku Sasak Lombok, Kerajaan Selaparang. Trah istana, keluarga besar yang lahirkan Dewi Anjani, satu nama yang lekat dengan mitos yang kental lingkupi Gunung Rinjani.
Aktivitas
menyenangkan lainnya yang bisa dilakukan, belajar menganyam tikar pandan,
mengiris tipis tembakau, mengatur hasil irisan tembakau di tikar atau wadah
yang terbuat dari bambu atau sekadar temani salah seorang petani ke sawahnya.
Temani bincang hangat bersama kopi hitam pagi, serta nikmati bekal makan siang
sederhana saat waktu sholat di siang hari mengharuskan istirahat.
Mengiris tembakau. Dokpri |
Pengeringan tembakau di tengah pemukiman. Dokpri |
Nggak boleh asal letakkan tembakau untuk dikeringkan. Dokpri |
Rutinitas yang
terkesan sangat biasa di keseharian sebagian besar penduduk desa-desa di Lombok
Timur umumnya. Namun satu sisi, ativitas yang mulai terlupakan dan asing.
Bahkan bagi saya yang lahir serta tumbuh
besar di kota kabupaten kecil, Selong Lombok Timur.
Terasa sangat
hangat bagi saya, berada di lingkungan rumah khas berdinding bedeg, atap
ilalang, dapur dengan para-para berjelaga hitam, atau para-para di samping
rumah. Di buat persis di bawah salah satu ujung atap ilalang. Para-para
sederhana yang berfungsi sebagai gudang kecil, tempat menyimpang sapu dari
jalinan tangkai padi kering, keraro atau wadah yang terbuat dari bamboo sebagai
penyimpan berbagai hal. Keraro yang agak rusak sering berganti fungsi menjadi
bak sampah. Yang baru, menjadi wadah beras saat pergi melayat atau pesta
keluarga, menjadi wadah berbagai bahan makanan yang diolah sehari-hari. Hangat
karena lima tahun awal masa kecil saya dahulu juga saya habiskan di rumah
seperti ini. Bahkan sempat juga berlantai tanah. Rumah dan piranti keseharian
yang minim plastik.
Kembali ke
Festival Limbungan, seremoni pembukaan dilanjutkan tur singkat mengelilingi
desa adat. Desa adat Limbungan di sisi barat dan sisi timur terpisah jalan desa
yang cukup curam. Saya yakin, suatu hari nanti, dua desa ini bisa terhubungkan
jalan yang jauh lebih bagus. Membuat tur singkat mengelilingi desa bisa nyaman
bagi pengunjung dari berbagai usia. Wisatawan manca yang sudah harus dibantu
tongkat untuk berjalan, sampai para anak-anak atau balita yang bisa menikmati
langsung suasana khas pedesaan nan alami.
Nabia, rekan GenPI saya, menjadi model foto. Konsep kekinian pariwisata, tren wisata halal. Dokpri |
Teman-teman wartawan dan GenPI berburu angle pemandangan alami Limbungan. Dokpri |
Jalinan pandan, dikeringkan sebelum dianyam menjadi tikar. Dokpri |
Para-para di bawah atap, samping rumah. Dokpri |
Berugaq, tempat kegiatan harian keluarga besar atau untuk menerima tamu. Dokpri |
Pokok-pokok tebu
di halaman belakang rumah bisa diolah menjadi segelas es tebu segar. Berbagai
proses seperti menggulung pandan untuk penjemuran kemudian siap dijalin menjadi
tikar, pemilahan daun tembakau, pengirisan (khusus menyasar wisatawan di umur
menengah, mengingat pisau pengiris yang harus sangat tajam), pengaturan hasil
irisan tembakau dan masih banyak lagi aktivitas keseharian warga desa adat.
Aktivitas rutin yang bisa dikemas menjadi satu paket wisata. Dibantu promosi
yang sesuai dan terjaganya kualitas paket wisata sesuai pakem umum
kepariwisataan (serba friendly, ramah
anak, higienitas dan memberikan
pengetahuan baru), aktivitas ini bisa menjaring pengunjung makin sering datangi
desa adat Limbungan.
Satu kondisi
yang butuhkan sinergitas berbagai pihak, terutama para warga desa adat
Limbungan sendiri. Semoga, amin.
Jd pengen ke lombok lagi. Belum puaa ekspornya :(
ReplyDeleteWah makin dan tetep mupeng ke lombok ini mah heuheu
ReplyDeleteBunSay +Muna Sungkar:
ReplyDeleteYuk yak yuk..Semoga bisa segera jeng2, bareng sekeluarga termasuk si kecil yaaa.
Aamiin.
BunSay +Vita Pusvitasari:
Yuk, buruan libur keluarga ke Lombok ^^
Bikin tambah mupeng ke Lombok... :)
ReplyDelete