Menua, kenangan apa yang terbanyak ingin disisakan? Untuk saya, jawabannya mudah. Tentu saja kenangan serba baik plus serba positif.
Meski berat, sudah harus mulai endapkan sisi-sisi buruk masa lalu. Tak mudah, namun selalu terbuka kesempatan untuk mengusahakannya. Diam, mengingat-ingat dan berusaha kembali ketika amarah tak tertahan dan memaksa mengingat yang serba buruk. Bersemangat dan terus-menerus yakinkan diri, bahwa benar bisa tegakkan segala sesuatu serba baik menjadi ingatan yang utama.
Sedikit pembuka, untuk tema Arisan Blogger Gandjel Rel Semarang kali ini. Digagas mbak Marita Ningtyas dan mbak Dini Rahmawati , tepatnya, tentang si serba pertama.
Bayi cowok yang sekarang sudah jadi siswa SD. Cred: Te Yesi Milis Balita Anda |
Sewindu lagi capai usia separuh abad (jika masih diberkahi umur), di sekian banyak kenangan serba pertama saya yang terbaik, beberapa yang tertulis kali ini semoga berikan sedikit ibrah bagi yang berkenan kunjungi blog personal ini.
Pertama menulis fiksi. Fiksi pertama saya terketik sempurna, judul, awal cerita sampai ending, di usia ABG. Bahkan, sosok yang menginspirasi sampai fiksi tersebut bisa selesai di dua lembar kertas kuarto, masih lekat terbayang. Yang juga masih sama, saya tak tahu namanya. Yang berbeda, saat ini mesin ketik dengan tungkai ‘cartridge’ yang dua kali lebih panjang dari bodi mesin berisi tombol-tombol huruf mungkin hanya bisa ditemukan di kios-kios loakan barang bekas. Pembeda lain, dua lembar kertas itu lenyap, entah di jeda tahun ke berapa. Kecuali tema besar fiksi tersebut, saya benar-benar lupa judulnya, nama-nama karakter dan berapa kata fiksi tersebut terketik.
Pertama menjejak puncak Rinjani. Pertama dan masih hanya sekali itu saja. Kedua kali menjejaknya, telah saya simpan sebagai trip impian. Trip pendakian bersama anak-anak dan suami. Itu pun jika saya (baca: kami) memang beruntung bisa lakukan trip pendakian tersebut. Di momen pertama, yang langsung teringat adalah ibu saya. Bayangan betapa lelahnya beliau mengandung saya sembilan bulan, menyusui dua tahun, dan berikutnya serta seterusnya. Menjadi nyawa dari setiap pendakian saya yang berikutnya. Baik bersama rekan-rekan di komunitas Pecinta Alam atau saat mengantarkan tamu (wisnus dan wisman).
Pertama lahirkan anak perempuan dan anak lelaki. Kenangan pertama sekaligus terakhir. Proses yang menyadarkan kesejatian saya sebagai perempuan. Menjadi ibu. Kenangan yang terkesan biasa, karena hanya satu di angka milyaran ibu-ibu lainnya di dunia. Namun, saya meyakini, kenangan baik ini miliki masing-masing sisi terbaiknya, untuk bisa menjadi inspirasi bagi perempuan lain. InsyaAllah
Si sulung dengan pose 4 bulan dan pose 2 tahunnya dulu. Dokpri |
Serba si pertama bersama anak-anak. Banyak sebenarnya. Bagi saya, sebagiannya seperti; mengingat bagaimana mereka tersenyum pertama kali, tertawa pertama kali, berjalan, kayuh sepeda roda empat pun roda dua, berenang, serta masih banyak lagi aktifitas-aktifitas khas anak-anak lainnya. Si serba pertama yang membuat saya bisa hidup kembali di antara jutaan kali merasa mati.
Empat serba pertama yang terasa sangat kompleks meski saya hanya menuliskannya di empat paragraf saja. Empat hal yang begitu personal, tetapi akan pernah dilewati hampir sebagian besar ibu.
Mungkin di tulisan yang bukan fiksi. Mungkin bukan di puncak Rinjani. Mungkin hanya anak-anak perempuan atau hanya anak-anak lelaki saja. Mungkin tidak sekadar serba si pertama dari aktifitas anak-anak.
Garis merahnya semoga sama, apapun kisahnya, bisa menjadi bekal muhasabah. Berhitung dan menghitung. Seberapa buruk sikap-sikap saya terhadap orang lain. Seberapa banyak saya mampu membalas begitu banyak kebaikan orang-orang.
Wah, entah karena menuliskan ini di Jumat siang, alurnya mulai agak-agak begini ya..^^
Sederhana saja, jika saya telah merasa begitu konsisten lakukan segala yang serba baik, sudah sangat wajar jika setiap pribadi lain pun merasa lakukan hal yang sama.
InsyaAllah, aamiin ya Robbul ‘aalaamiin.
Mau berbagi kenangan baik dari segala hal paling pertama dihidupmu? Cuzz dibagi yaaa .. ^^
Serba pertama bersama anak-anak waktu ngajakin berenang, mbak
ReplyDelete'apapun kisahnya, bisa menjadi bekal muhasabah' noted banget sama ini... makasih Mba.. :*
ReplyDeletethere will always be the first time for everything ya mba..seru ceritanya
ReplyDeleteBismillah selalu kita pasti bisa bun :kecup:
ReplyDelete