Rabu, 17 April 2019, akhirnya proses Pemilihan Umum (Pemilu) terlewatkan juga. Berbagai ragam kisruh, offline dan online perlahan mulai melebur. Fokus banyak pihak kini beralih ke objek baru. Mereka mulai memberikan perhatian lebih pada proses penghitungan suara, perubahan angka-angka dari masing-masing pasangan calon (paslon), partai atau tokoh personal yang dikenal sebagai Calon Legislatif (caleg).
Lima Kertas Suara Pemilu 2019. Dokpri hi |
Saya pribadi telah jauh lebih dulu menarik diri dari kisruh awal. Kapan? Jika ditarik mundur, rasa-rasanya seperti tak ada jeda. Usai pemilu 2014 lalu, perdebatan panjang antar para pendukung paslon waktu itu, seperti tanpa akhir. Bagi saya, justru kemudian semakin meruncing, ketika no urut paslon pemilu 2019 akhirnya diumumkan resmi pemerintah.
Saya tetap menarik diri. Toh, tanpa harus menjadi barisan para pendukung paslon tertentu sekali pun, banyak linimasa sosial media sudah terbaca panas. Sesekali, terbawa pula sampai pada obrolan ringan, interaksi offline. Di pasar, di halaman rumah tetangga, atau lapak kopi sederhana di pinggiran terminal bus antar propinsi.
Dalam diam, saya kerap memilih menjadi pendengar dan pembaca saja. Sampai kemudian, perlahan, mulai aktif mensenyapkan akun-akun sosial media tertentu. Termasuk juga salah satu grup chat online (whatsapp). Suatu hari, dengan sangat terpaksa saya keluar. Eskalasi diskusi sudah semakin cenderung negatif. Kecenderungan yang tidak menghasilkan apa-apa. Terbaca lebih mengarahkan pada penghujatan-penghujatan, keserba-salahan dan menyempitkan jalan alternatif untuk memecahkan masalah.
Rindu Pada Pemilu Damai
Saya sampai di satu titik berpikir, mengapa teknologi digital yang begitu maju, bahkan tidak menciptakan ruang politik nan menyejukkan? Kampanye-kampanye paslon, partai, pun caleg, masih juga melukai ribuan batang pohon. Di ibukota kabupaten, tak pula luput pohon-pohon di pelosok pedesaan.
Ibu-ibu membawa serta putra-putri mereka ke TPS. Dokpri. |
Dinding-dinding sosial media dan media daring, masih dirasa tak cukup lapang menampung ‘penjualan’ paket ke serba-baikan mereka. Tercatat beragam kasus ditemukan. Bagaimana foto-foto atau pamflet promo ‘menumpang’ di ruang-ruang atau label-label khusus internal, hanya karena tokoh bersangkutan merupakan sosok nomor satu di lembaga tersebut.
Sosok-sosok calon pemimpin dan wakil rakyat, menunjukkan betapa mereka masih sangat tak percaya diri. Catatan-catatan prestasi dan deretan kebaikan yang telah mereka berikan ke masyarakat, mereka abaikan sendiri. Mereka masih saja menjejalkan ketokohan mereka, ke sebanyak mungkin ruang publik. Bahkan, jika perlu, sedekat mungkin ke ruang personal masyarakat.
Padahal, jejak digital jauh lebih mumpuni. Siapa pun yang fokus melakukan rekam kebaikan, di mana pun ia berada, dengan siapa pun, tercatat dengan baik. Pemilih cerdas dan generasi yang sudah mengenal kemajuan teknologi digital, akan sangat mudah ‘membaca’ rekam kebaikan tersebut.
Sedikit video sederhana saya, di Rabu pagi, 17 April 2019 lalu;
Bagaimana dengan kelompok masyarakat yang tidak berinteraksi dengan teknologi digital? Di titik ini, pola pendekatan seperempat abad lalu, saya yakini tetap efektif. Kita bisa melibatkan diri di banyak kegiatan masyarakat. Siapa pun Anda, datangi para petani di sawah-sawah yang digarapnya. Temani nelayan menikmati kopi usai lelah melempar sauh, menangkap ikan di lautan. Beli sekilo dua sayur, lauk pauk, atau buah-buahan para pedagang di pasar.
Jejak offline, bersanding dengan rekam kebaikan online dan media daring, akan menjadi paket ‘menjual diri’ yang bijak. Langkah meminimalkan potensi yang menimbulkan kisruh, karena catatan kebaikan yang tersampaikan di dunia maya, didukung pula langkah kongkrit di dunia nyata.
Rasa Syukur Atas Damainya Pemilu 2019
Betapa pun, Alhamdulillah, rasa syukur pantas terpanjatkan. Saya meyakini, keseluruhan proses pemilihan di dua hari lalu berlangsung damai. Setidaknya, di lingkungan kampung saya. Kota Selong, kabupaten Lombok Timur. Beragam lapisan masyarakat berbondong-bondong meramaikan Tempat Pemungutan Suara (TPS) sejak pagi. Keluarga besar berkumpul, ramai seolah-olah nuansa hari raya Idul Fitri. Ibu saya, bahkan memasak lauk di sehari sebelumnya. Persis seperti lebaran.
Semua pihak antusias ingin menggunakan hak suaranya. Sangat berbanding terbalik, dengan panasnya dinding-dinding sosial media yang saya miliki di setengah tahun terakhir (grup chat online, facebook, twitter dan sedikit porsi di instagram). Salam sapa dan senyum saling terbagi. Antar tetangga. Antar keluarga besar, paman, bibi, keponakan sampai cucu.
Meski ada beberapa orang berseragam (polisi atau polisi PP – tidak terlalu saya perhatikan), mereka hanya sekadar melihat-lihat. Tidak harus berjaga sampai proses memilih selesai. Satu indikator sederhana, bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan. Situasi ini bahkan berlangsung sampai menjelang malam. Di TPS-TPS yang masih melakukan penghitungan suara. Tak ada pria-pria berseragam yang menjagai. Sesekali, seorang ibu dan anaknya, berlalu-lalang. Barangkali, si anak hanya ingin melihat ayahnya, yang terpaksa tak pulang seharian demi menyelesaikan tanggung-jawab di TPS.
Tetangga saya bersama putri kecilnya, hadir di TPS ramai-ramai. Ada ibunya, istri dan seorang adiknya yang lain. Dokpri |
Sehari yang indah. Semoga menjadi awal dari hari-hari berikutnya yang sama damai serta menyenangkan. Bahwa, pemilu adalah tentang memilih para wakil rakyat. Satu proses memilih pemimpin. Sudah pada tempatnya, jika proses ini meniru proses pemilihan pemimpin umumnya. Pemisalan yang paling umum, pemilihan pemimpin keluarga. Dua keluarga saling bertemu dan bersilaturahmi. Dua keluarga saling berbicara dengan baik, memilih satu proses khusus dan sama berharap di akhirnya lahir pemimpin keluarga yang baik. Kebaikan yang membawa keluarga, juga ke proses melanjutkan banyak ragam dan proses kebaikan pula. Di skala lebih luas, bukankah itu pula yang kita harapkan bersama dari seorang pemimpin negara?
Pemilu damai, lahirkan pemimpin baik bagi negeri indah berisikan masyarakatnya, yang juga, serba baik. InshaAllah, aamiin.
---
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Pemilu Aman 2019 Bersama Polda NTB.
---
Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Pemilu Aman 2019 Bersama Polda NTB.
Pemilu Damai 2019 sukses... Siapapun pemimpinnya kita nanti, itu yg terbaik dri Allah SWT. Amiiin
ReplyDeletesemoga hasil pemilu 2019 berdampak pada pembangunan yang sejahtera serta aman dan damai
ReplyDeleteRamai juga acara pencoblosan di sana ya mbk, ada pasar tumpahnya juga
ReplyDeletePemilunya alhamdulillah damai tapi habis pemilunya itu ribut lagi. Hmmm
ReplyDeleteSaya juga menikmati sekali suasana di TPS dekat rumah saat pemilu kemarin, hangat :) semoga setelah usai pun masyarakat bisa tenang kembali ya mba..
ReplyDeleteSemoga setelah ini nggak ada ribut2 online apalagi offline tentang mana yg lebih pantas dijadikan foto pajangan di bawah burung Garuda ya mba hihii
ReplyDeleteYeay, aku juga bersyukur dengan pemilu damai tahun ini. Pemilu paling mencengangkan sedunia, dg jumlah peserta pemilu yg luar biasa banyak, jangkauan wilayah yg luar biasa luas, & pilihan yg juga banyak; presiden, dpr ri, dpr prov, dpr kota, dpd.
ReplyDeleteSelamat Bangsa Indonesia! We made it.
Sebenarnya di dunia nyata nggak sepanas di dunia maya ya Mbak :D
ReplyDeleteAlhamdulillah, Pemilu telah selesai, tinggal kita kawal terus perhitungan suaranya. btw aku berharap pemilu online aja. tapi kasihan juga yang wilayahnya belum terjangkau internet
Alhamdulillah overall berjalan damai ya mbak pemilu kali ini. Semoga siapapun yg ditakdirkan Allah jd pemimpin Indonesia ke depan bisa amanah mengemban tanggung jawabnya
ReplyDeleteKalo masalah pemilu damai aku juga rindu mbak...rindu damai juga dengan banyak orang...gak saling tuding kesalahan..
ReplyDeleteBaru pemilu kali ini, Mbak, tetanggaku ngotot bahkan meracuni setiap pembeli yang datang ke warungnya. Aku tuh sedih. Orang terpandang, terpelajar tapi malah demikian. Setiap kali brlanja, pasti paslon itu terus yang diunggulkan, yang satu dijelekkan. Aku sampai ogah dan pengen cepat-cepat pulang setiap kali belanja di situ.
ReplyDeleteWah BUnsal bisa mengabadikan 5 surat suara iks.
ReplyDeleteahahhaa di tempatku masuk ke coblosan ga boleh bawa
alhamdulillah pemilu usai legaaaaaaaaaa
Lho lhoooo Bunsal koq bisa motret kertas suara di bilik? hahahaaa....
ReplyDeleteAku bahagia banget bisa ikutan pemilu terheboh di abad ini. Terheboh dan terbesar di dunia, karena pileg barengan dengan pilpres. Salut dengan mereka yang bersedia menjadi KPPS dengan segala resiko dan kemungkinan dihujat sana sini.
Aku sengaja nggak pernah scroll timeline medsos apapun semenjak keriuhan yg tak semestinya terus berlangsung. :))
Di tempatku juga pemilu berjalan damai, nggak seriuh di dunia maya. Alhamdulillah nggak ada tuh ribut-ribut, hahahaa
ReplyDeleteBtw, aku pun bangga dengan pemilu 2019 ini yang berjalan lancar dan mendapat apresiasi dari berbagai negara di dunia