Sebenarnya ingin mengenyahkan bagian yang mengulas Covid-19, di setiap update blog. Sayangnya, sebagian besar kita memang masih harus hidup dengan fakta ini. Di tanah kelahiran saya, bahkan -Lombok Timur 1- menghiasi headline berita cetak dan online. Beliau positif Corona, walau blas tanpa gejala penyerta.
Seram? Tentulah. Tapi, yuk memilih untuk tetap positif, selalu semangat menjaga kesehatan dan tetap travelling!
Ajakan yang bersambut. Lombok Hidden Trip, salah satu tour travel yang menerapkan konsep Community-Based Tourism, mengajak trip 3 Hari 2 Malam. Trip spesial, karena bersama para traveller yang berhijab saja. Plus, pastinya dengan menerapkan standar protokol kesehatan ketat selama trip.
Alhamdulillah. Trip Jumat sampai Minggu, 25, 26 dan 27 September, berjalan lancar. Travel-mate saya, Biya yang berniqab, Liya yang juga dosen di salah satu kampus di Lombok, Evi, Indah, Lina, Delya dan Cynthia, semua tetap sehat. Sejak awal trip di Jumat pagi, sampai pulang di Minggu siang.
Day 1: Belajar Sejarah dan Beach Lyfe In A Day
Iya. Di hari pertama, kami berdelapan mengunjungi Museum NTB. Sebagian menjadi pengalaman pertama mereka, sebagian yang lain, trip ke sekian. Biasanya sih, trip kedua setelah tour wajib saat SD dulu. Termasuk saya, sudah pernah datangi museum ini, puluhan tahun lalu saat lulus SD.
Serunya, kondisi museum yang sekarang, jauh melebihi ekspektasi saya. Tak ada lagi sudut ruang pamer yang berdebu. Urutan produk-produk yang ditata juga cukup baik. Demikian juga penjelasan di balik sebagian besar lemari pajang, cukup lengkap. Rasanya seperti mengulang banyak tulisan saya tentang Lombok khususnya, juga NTB, sembari melihat langsung produk atau alat-alat yang saya ulas.
Salah satunya, satu set busana pengantin adat Bayan, Lombok Utara. Di lemari pajang lainnya, koleksi kain tenun khas Lombok, Sumbawa dan Bima. Yang unik, ada rasa campur aduk. Saat melihat dua keping uang logam, yang pernah saya gunakan langsung buat njajan. Di mana, hanya uang yang berusia minim 50 tahun yang 'berhak' dipajang di lemari ini.
Salah satu bukti, saya satu dari para penyaksi lompatan sejarah kompleks. Sejak jaman telepon umum kabel di pinggir jalan, sampai era teknologi modern sekarang ini.
Cukup bernostalgia sejarah, saatnya meluncur ke spot 'leisure'. Iyap, kami sudah harus segera check in ke Mola-Mola Resort, di Gili Air. Satu dari tiga gili, yang dikenal juga dengan julukan Gili Tramena atau Gili Mantra. Tepatnya, singkatan dari Gili Trawangan, Meno dan Air.
Sayangnya, meski sudah sampai di Gili Air dalam 15 menit karena naik fastboat, jadwal snorkeling terpaksa batal. Angin di akhir September masih keras, jadi, menghindari resiko, kami akhirnya memilih untuk bersepeda. Belum bisa kelilingi pulau, namun menunggu momen sunset. Ternyata, lokasi Mola-Mola Resort berhadapan langsung dengan spot sunset. Matahari tenggelam, persis di lekuk siluet Gunung Agung Bali. Penutup trip hari pertama yang indah.
Day 2: Konservasi Penyu dan Pesona Pantai Lombok Selatan
Sabtu pagi, Lina berkeras mengajak saya bersepeda keliling pulau. Ajakan dan keputusan yang anti nyesal. Jadi tahu, Pink Coco di Gili Air, berkali lipat lebih luas dan keren, dibanding properti bernama sama di Gili Trawangan. Pastinya, ketika akhirnya satu hari nanti kembali ke sini, pilihan berikutnya tinggal berkeliling dengan jalan kaki. Atau bahkan berkuda!
Momen yang sekaligus juga bikin gloomy habis. Hampir tak ada kios atau toko kelontong yang buka. Satu-satunya resto yang masih aktif, Gili Lumbung, milik Suki. Suki yang fasih dan ramah menyapa tamunya. Suki yang sedang menunggu kelahiran buah hati yang kedua. Suki yang tetap berpandangan positif. Satu hari, pandemi pasti akan benar-benar berakhir dan pariwisata akan kembali normal.
Semakin gloomy, karena Pak Yanto (GM Mola-Mola Resort) akan kembali ke Jawa, paling lambat di sebulan ke depan. Sepinya kunjungan wisatawan, memaksa propertinya berkawan keadaan. Mungkin sebagai tanda perpisahan, Pak Yanto dengan santai memberikan salah satu koleksi novel di lobbynya untuk saya bawa pulang. Matur agung tampiasih ya, Pak. Sehat dan sukses selalu dimana pun berada.
Pukul sembilan di Sabtu pagi, rombongan sudah siap pindah spot lagi. Kali ini, kami akan mengunjungi Turtle Conservation Center - TCC di pantai Nipah. Jadi update pengetahuan, bahwa NTB memiliki lima jenis penyu dari total 6 jenis penyu yang eksis di Indonesia. TCC membangun sekitar 8 petak kolam penangkaran. Tukik, atau bayi penyu, dipisah sesuai waktu menetasnya dan akan dirilis saat sudah berumur 6 bulan.
"Kami rilis di umur 6 bulan, untuk memperbesar kesempatan hidup mereka," demikian sebagian penjelasan Pak Fikri, Ketua TCC.
TCC mengkonservasi 3 jenis penyu, yaitu Lekang, Hijau dan Sisik. Dua jenis lainnya, Tempayan dan Belimbing. Sejak resmi berdiri di tahun 2018, TCC sudah merilis sekitar 3700 tukik. Kamu ingin ikut merilis? Panteng sosmed mereka di Instagram, setiap bulan Agustus akan ada acara merilis. Acara rutin tahunan TCC.
Awalnya, Lombok Hidden Trip sempat menawarkan apa mau mampir di Pantai Mandalika. Namun, semua sepakat ingin segera check in ke Tunak Cottage. Sebagian karena ingin segera berenang, manalagi saat di Gili Air batal snorkeling. Akhirnya, perjalanan dua jam dari Pantai Nipah di Lombok Utara, menuju Tunak Cottage di sisi paling selatan Lombok (termasuk kabupaten Lombok Tengah) dihabiskan dengan tidur ^^
Day 3, Biking Trip di TWA Tunak
Benar saja. Segera setelah check in, kami semua tepppaaar. Saya sendiri, karena benar-benar ingin segera berenang, langsung mulai nyemplung di setengah 4 sore! Akhirnya, ketika yang lain baru mulai, saya justru sudah berganti baju dan ingin fokus berburu momen senja. Sedihnya, jadi nggak bisa ikut mbikin video seru yang sempat viral di Tik Tok.
Ah iya. Keseruan berenang, sepertinya karena lokasi kolam yang dibangun di atas tebing. Posisi yang membuat siapa pun yang berenang, puas dengan pemandangan laut berlatar barisan perbukitan di sisi barat. Saat pagi, giliran siluet Gunung Rinjani di kejauhan, yang menjadi penghias pemandangan pagi. Perfek kan?
Plus, pastinya banyak sudut foto instagrammable. Seperti satu keluarga yang juga sedang menginap. Mbak cantik dengan putra yang menggemaskan, berbaik hati menawarkan piranti foto kerennya untuk kami pakai. Bahkan, difotoin pula! Terima kasih mbak. Semoga bertemu di trip lain yaaaa..^^
Lanjut ke Minggu pagi. Ah, hampir terlupa. Saat makan malam yang super lezat, ikan bakar, udang dan cumi goreng tepung, berbagai macam sambal dan cap cay sayur seafood, kami diajak bermain game seru. Lomba spelling terbalik. Meski tim saya kalah, tapi ketawa ngakak sepanjang game, sungguh melemaskan semua penat tubuh. Terutama karena jadwal seru berikutnya, biking trip!
Pukul tujuh di Minggu pagi. Sepuluh sepeda sudah siap di teras ruang Resepsionis Tunak Cottage. Usai foto awal, stel ulang ketinggian sadel, kami bersembilan didampingi seorang guide, siap meluncur menuju spot Teluk Ujung. Super duper sayang sekali, kealpaan saya membekal obat asma, memaksa saya kembali dan malah memilih untuk meneruskan berenang saja. Huhuhu, semoga ada trip bersepeda ulang di TWA Tunak. Aamiin ya Allah.
Lalu, tepat di tengah hari, saya kembali ke dunia nyata. Lalu lintas kota Mataram sudah mengingatkan untuk segera kembali ke rutinitas harian. Penutup trip yang seru, ketika Liya dan dua anaknya, alih-alih mengantar saya sampai di Terminal Bertais, malah lanjuuuttt sampai rumah di Selong! Secara memang sama sekali tidak terlihat angkot antar kabupaten (dikenal sebagai mobil 'paman', karena jenis mobil Mitsubishi Uncle lama). Baru kami temukan satu, beriringan saat sampai di Mantang. Sekitar 45 menit naik motor dari rumah saya di kota Selong, Lombok Timur.
Saya dan Liya, literally, ngetrip 4 kabupaten se-Lombok dan kota Mataram sendiri! Terima kasih Lombok Hidden Trip, juga Moment Korea. Semoga lain waktu, bisa kembali ngetrip bareng. InshaAllah, aamin.
Kamu Berhijab dan Hobi Ngetrip, Ribet Nggak?
Sama sekali nggak! Yang jelas, outfit atau pakaian, praktis memang lebih banyak dibanding yang tidak berhijab. Misal, untuk berhijab biasa saja, di trip 3 hari dua malam (3D2N), minimal harus membawa tiga kerudung dan tiga pakaian berlengan panjang. Kalau pun bisa membawa dua bawahan saja (rok atau celana), sebagian besar pasti juga membekal legging. Ukuran kerudung lebih lebar, wajib pula menambahkan sekian pasang kaus kaki.
Nyatanya, tujuh orang travel-mate saya kemarin, asyik-asyik saja dengan bawaan mereka yang segambreng. Pun selalu siap dengan kondisi trip, yang kadang tidak selalu sesuai jadwal. Jika awalnya hendak snorkeling, mendadak berubah jadi sepedaan keliling Gili Air. Niatnya ingin tuntas sepedaan, malah jadi khusyuk berendam dan ngelemasin badan di kolam renang.
Intinya, kamu berhijab dan hobi ngetrip? Boleh banget! Mau trip santai okay, trip penuh petualangan pun ayo!
Happy travelling! ^^
Tulisannya selalu awesome, membuat imaginasi terbangun dan secara liar mengikuti alur cerita ikutan berwisata.... ❤️❤️
ReplyDeletePemandangan di Lombok memang tiada duanya ya, jadi penasaran pengen ke sana langsung, semoga bisa
ReplyDeleteWah udah ada rundown tripnya gini sih asyik banget, tinggal ngikut rekomendasinya bunsal. 🤩
ReplyDeleteWaaa....pengen ke sana lagi ikutan trip ini.. Duh asli ke Lombok tuh bikin numan ya..hehe.. Bahagialah yg tinggal di sana sepertimu, mba..
ReplyDeleteLombok adalah salah satu wishlist tujuan tempat wisata ku seru banget baca pengalaman yang dituangkan pada tulisan ini
ReplyDeleteHihihi udah jenuh ya Mba dgn kondisi covid dan setiap kali nulis blog pasti bahas dikit2 soal itu, aku pun ingin segera pariwisata bisa bangkit lagi dan aman nyaman kemana2. .Lombok udah jadi incaran padahal, dan pas bgt tahun lalu suamiku dapet bonus ke Lombok tapi ga berani ambil, smoga tahun ini bisa ke sana dan ikutin itin di atas
ReplyDeleteSehat-sehat ya bunsal.. tapi walaupun sudah sesuai protokol kesehatan lebih baik menghindari dulu untuk pergi travelling. *saran yaa.. memang sih dunia pariwisata semakin merosot semenjak pandemik. tapi itu harus dilalui.. semoga pandemik cepat berakhir yaa
ReplyDeleteGemesh ih liat tukik2 itu mbak. Pengen deh suatu saat bisà ke penangkaran penyu di Lombok. Kalo jadi ntar ditemenin lho ya hahahha
ReplyDeletePemandangannya cantik amat Bunsal, semoga situasi segera aman dan pariwisata Lombok kembali benderang yaa
ReplyDeleteAku penasaran nih sama konservasi penyu..anak2 pasti seneng ya klu diajak kesana liat penyu2 kecil berenang ... smoga pandemi lekas berakhir y mb. Wisata Lombok bisa bangkit lg
ReplyDeleteYuni berhijab. Dan ngetrip sama sekali nggak ribet sih. Selain itu, yuni udah lama banget pingin nengokin penyu. Belum kesampaian juga.
ReplyDeleteAku pengin lihat dong kolam renang yang di atas tebing itu Bun. Ntar kapan-kapan diupload juga dong di artikel yaaa.. Fantastis pastinya.
ReplyDeleteGa ada ribet-ribetnya kok hijaber melakukan traveling. Aku malah ngirit bawaan semenjak pake hijab. Manset aja bawa beberapa, ntar tinggal ditutup pake 1 cardigan yang sama. Udah gitu aja berhari2 :))
Bunsal, asyik banget travelingnya ���� menjaga kesehatan itu wajib, traveling juga penting. Apalagi kalau bareng travelmate yang seru kek gitu. ����
ReplyDeleteKangen beud traveling. Meski banyak tempat wisata yang buka dengan protap kesehatan masih ragu-ragu mau jalan
ReplyDeleteAku pake kerudung dan seneng banget travelling mbak, kalau udah biasa emang nggak ribet kan ya mbak. Happy2 aja sih hehe
ReplyDeleteBtw, gambar2nya cantik mbak, makin pengen ke Lombok deh ini