Tulisan ini sebenarnya diniatkan jadi bahan update blog, di minggu lalu. Sayang, karena mengambil judul ‘versus’, malah jadi terjebak sendiri. Pembanding apa yang pantas untuk dua puteri cantik ini? Pertanyaan yang kemudian terjawab di tulisan ini. Tidak ada pembanding. Mereka berdua sama-sama cantik, lekat dengan Lombok dan tentunya banyak sisi inspiratif yang bisa diikuti perempuan atau gadis jaman now.
Akhirnya saya mengambil sisi-sisi faktanya saja. Apalagi mengingat kedua puteri ini, hidup di jaman berbeda dan tentu saja memiliki kisah atau sejarah tersendiri. Simak, skuy ^^
Siluet Rinjani dari Sembalun. Siluet yang juga terlihat hampir dari seluruh penjuru Lombok. Dokpri |
Puteri Anjani Yang Bersinggasana di Puncak Gunung Rinjani
Syukurlah, kali ini ada referensi dari web resmi pemerintah. Penulisnya melakukan kajian literasi yang banyak sehingga bisa meresume sampai empat versi dari kisah sang putri. Meski menuliskan ulang sejarah, ijinkan saya mengutip pembukanya dengan sederhana.
Puteri Anjani penguasa di atap tertinggi langit Lombok, yaitu 3726 mdpl (meter di atas permukaan laut) puncak Gunung Rinjani. Puteri Mandalika, penguasa laut selatan Lombok. Alias, sang puteri Nyale.
Kembali ke Puteri Anjani, sebagai orang yang lahir dan tumbuh besar di Lombok, sosok puteri ini lekat di dunia nyata pun gaib. Sekali, saat masih tinggal di Semarang, tiga malam berturut-turut saya mendapatkan mimpi unik. Satu gelang rumput, berkilau dan bersinar terang. Seorang pemuda tanggung berwajah manis, dan seorang puteri cantik, berdua mereka terperangkap di kilau sinar tersebut.
Siluet Rinjani bermandikan Golden Light pagi. Siluet di Juli 2020 lalu. Dokpri |
Mimpi pertama, saya anggap bunga tidur. Mulai jadi pikiran ekstra, ketika mimpi kedua, seolah lanjutan dari mimpi pertama. Masih pula terheran-heran, dan akhirnya takluk. Persis terbangun usai di mimpi ketiga, kisah di mimpi tersebut langsung selesai tertulis. Beberapa halaman kertas, saya tulisi tangan. Mimpi tersebut pun tak pernah datang lagi, dan rasa tertekan ketika menunda menuliskannya, juga berhenti.
Kisah dalam mimpi, saya jadikan dongeng scifi di akun Kompasiana. Kisah Gelang Rumput. Sosok puteri di mimpi, mungkin memang bukan Puteri Anjani. Tapi, perasaan berada di satu acara besar, di kompleks Makam Selaparang sungguh nyata. Juga geletar perasaaan saling suka, antara si puteri cantik dan pemuda gagah. Bahwa,lintas zaman, kisah cinta seorang puteri dan pemuda yang disukainya masih sama. Dulu, terwakilkan melalui Gelang Rumput. Kini, bisa jadi di seri BMW terbaru atau harta benda duniawi dengan teknologi terkini lainnya. Atau bahkan, juga Gelang Rumput yang sama, namun fotonya terbagikan luas di sosial media.
Terakhir trekking di 2001, jalur ini masih jalan tanah berbatu. Dokpri |
Sejatinya, Puteri Anjani adalah satu dari banyak sejarah kerajaan asli suku Sasak. Suku yang mendiami Lombok. Sejarah panjang suku ini, baik sejak era kerajaan Hindu Majapahit, sampai pendakwah Islam masuk ke nusantara. Singkat kata, Puteri Anjani adalah ‘sinkretisme dari penyebaran tiga agama besar yang masuk ke Lombok, yaitu Hindu, Budha dan Islam’ (referensi di akhir tulisan).
Puteri Mandalika, Sebenarnya di Lombok Tengah atau Lombok Timur?
"Baca lagi serba serbi kisah Rinjani di blog ini, skuy" Badai Dingin Rinjani di 1997, Rindui Rinjani sampai ke Mimpi, dan Siluet Cantik Rinjani di Nusantara Hotel & Resto Sembalun
Untuk 10 tahun ke belakang, tentu yang mengemuka adalah versi Pantai Seger di Lombok Tengah. Apalagi setelah beberapa pantai di kawasan teluk Kuta, kemudian dinamai Mandalika. Sematan dan ikon Puteri Mandalika, makin lekat.
Sedikit berbeda, jika kembali ke 25 tahun ke belakang. Kemunculan cacing Nyale yang diyakini sebagai penjelmaan Puteri Mandalika, sebenarnya berada di sepanjang pantai sisi selatan pulau Lombok. Masa kecil saya malah lebih mengakrabi Pantai Kaliantan, Lombok Timur, sebagai pusat dari acara adat ‘Bau Nyale’ (mengambil cacing Nyale, Bahasa Sasak Lombok).
Pantai Kaliantan jaman now. Spot mancing favorit suami saya. Cred. IG RintoSetiya |
Spot acara adat, yang sekali pun tidak pernah saya datangi langsung. Pertama, saya pernah mengalami phobia cacing. Kedua, pantai Kaliantan cukup jauh dari tempat tinggal saya di kota Selong. Kota kabupaten Lombok Timur. Ketiga, belum pernah berjodoh dengan ajakan mengikuti rangkaian seremoni acara adat ini. Keempat, sekali diajak, saya enggan menghadapi keramaian.
Nah, empat alasan di atas, kemungkinan tidak akan saya pakai lagi. Setidaknya di tahun depan. Tetapi, mungkin masih bukan di Pantai Kaliantan. Saya berniat melakukan kontak langsung pertama dengan cacing Nyale, di Pantai Seger, KEK Mandalika saja. Kelebihannya apa? Ada euphoria yang berhubungan dengan sirkuit MotoGP.
Si sulung Salwa, Minggu 14 Maret lalu. Ijinnya, "Aku mau pergi foto2 bunda'. Sisi barat Pantai Kura-Kura, tetangganya Pantai Kaliantan. Spot munculnya cacing Nyale. Cred. IG Salwa Setiyadi |
Si karang Kura-Kura, view dari sisi timur. Nah, tuh, ada jorannya. Cred. IG Rinto Setiya |
Misalnya, menyaksikan langsung, dari kawasan sirkuit yang masih serba alami. Lalu dalam setahun, berkat keyakinan Dorna yang selenggarakan MotoGP tahun ini di Mandalika, berubah menjadi jalur-jalur beraspal. Belum lagi berbagai bangunan baru. Hotel berbintang yang semakin bertaburan (walau tak sebanyak bintang di langit). Rumah Sakit Internasional. Pun entah spot apalagi yang mampu hadir, dalam setahun.
Wah, kenapa Puteri Mandalika jadi ke sirkuit MotoGP?
Mungkin, bisa jadi inilah sedikit pembeda antara Puteri Anjani versus Puteri Mandalika. Puteri Anjani masih eksis. Namun, ‘singgasana’nya di Gunung Rinjani, relatif masih aman. Ia tak (semoga tidak pernah sampai) tersentuh efek massif era digital. Baik mulai dari 1.0, sampai saat ini di era 5.0. Letter-board Danau Segara Anak, hanya berhasil terpasang sehari semalam. Penamaan yang sia-sia. Baik karena ketiadaan fungsi dari huruf-huruf besi tersebut, juga karena masih banyak pihak yang lebih memprioritaskan kealamian kawasan Gunung Rinjani.
Satu sudut drainase sirkuit MotoGP Mandalika. Ikut penasaran ndak? Sirkuit jadi, sudut ini akan seperti apa? Dokpri |
View Teluk Kuta, kompleks dari KEK Mandalika dari Siwa Lombok. Cred. FB Widya |
Cacing Nyale. Kalau diam di foto begini, phobianya sudah sembuh. Tapi, kalau gerak-gerak? Hmmmm ... Cred. FB Toni Tastura |
Puteri Mandalika, baik versi KEK Mandallika di Lombok Tengah, maupun Pantai Kaliantan di Lombok Timur, perlahan harus menerima era digital. Sebagian kawasan serba hijaunya, berubah menjadi jalur-jalur sirkuit beraspal. Seremoni adatnya tak lagi mengutamakan ‘Menyembek’ seperti kebiasaan sebagian yang mendaki Gunung Rinjani. Seremoni mulai diwarnai ingar binger berbagai musik. Tak lagi ritmis Gendang Beleq atau gamelan khas Sasak. Kerlap kerlip lampu penerang dari neon, LED, lampu sorot, di tenda-tenda modern atau panggung utama. Tak lagi lampu petromax berbahan bakar spiritus.
Sisi inspiratif dari dua sosok puteri ini, bagaimana mereka memanfaatkan ketokohan serta kelebihan personal, sebesar-besarnya untuk kebermanfaatan masyarakat banyak. Puteri Anjani, yang menurut sejarah tidak diperkenankan menikah, memilih bertapa dan diyakini kini bersinggasana di puncak Rinjani. Puteri Mandalika, alih-alih memilih salah satu lamaran dari para pangeran, diyakini terjun ke laut -- kemudian menjelma menjadi cacing Nyale. Keduanya, tetap memberikan efek kebermanfaatan, sampai di detik ini. Bahkan mungkin sepanjang Pulau Lombok tetap eksis.
Siluet baris pegunungan di Lombok, dari atas kapal laut dermaga Lembar menuju Padang Bai Bali. Tahun 2009. Dokpri |
Dua kisah puteri, yang mungkin eksis pula di banyak daerah lainnya di nusantara. Di Lombok, ingatlah tentang Puteri Anjani saat kamu berada di titik-titik tertinggi. Ingatlah Puteri Mandalika, ketika kamu eksplor pantai-pantai cantik Lombok. Ah iya, tak ada batasan warna ya. Pakailah outfit mencolok saat berada di gunung, untuk memudahkan tim pencari, jika terjadi hal yang buruk. Pakailah pula outfit dengan apapun warna favoritmu, karena pantai-pantai di Lombok tak ada mitos tentang warna tertentu.
Happy travelling!
Cakep banget ya, jadi pengen bisa ke sana suatu saat aamiin
ReplyDeleteBaca tulisan Mbak, bagaikan belajar sejarah sambil berwisata. Mantep banget, Mbak.👍👍👍
ReplyDeletembaaa..pemandangannya sangaaat indah. Ku kembali merajut asa semoga berjodoh main ke Lombok lagi.. Aamiin..
ReplyDeleteAih, keduanya tetap cantik dan punya pesonanya sendiri2 Bun. Semoga pesona itu tetap terjaga ya ditengah pembangunan ini itu..
ReplyDeleteTernyata 'Mandalika' itu berasal dari nama Putri legenda di Lombok, ya Bund.
ReplyDeleteAku ngiranya itu nama tempat
Sering dengar cerita Puteri Mandalika yang memikat bikin makin kangen Lombok...
ReplyDeleteAku lebih familier dengan legenda Puteri Mandalika. Geli juga ya bun lihat cacing nyale itu. Kebayang waktu itu dimasak duuuhh kayak apa yaaa
ReplyDeleteAku masih asing sama cerita ini sih mbak, kayaknya baru pertama kali ini deh hehehe. Banyak info baru nih tentang seputaran lombok, btw aku fobia sama hewan itu mbak, ngetik namanya aja nggak kuat, td lihat gambarnya udah nggak nyaman banget rasanya 😂😂
ReplyDelete