Seorang Psikolog dan Ahli Pendidikan Universitas Harvard AS, Porf. Dr. Howard Gardner mengelompokkan tipe kecerdasan dalam 8 kategori. Tipe kecerdasan tersebut; Linguistik, Logika-Matematika, Interpersonal, Intrapersonal, Musikal, Visual Spasial, Kinestetik dan Naturalis. Saya bukan hendak menjabarkan detail masing-masingnya, namun menggaris-bawahi, bahwa kita semua semua termasuk anak-anak terlahir dengan memiliki satu atau kombinasi dari delapan kecerdasan menurut Gardner di atas.
Setelahnya, kita pun bisa menyesuaikan, metode pengasuhan, pembelajaran atau interaksi seperti apa yang sekiranya cocok diterapkan. Misal, anak dengan kecerdasan Kinestetik, bisa jadi akan kesulitan ketika diwajibkan duduk tenang dan diam dalam waktu yang lama. Atau, anak yang terlahir bucin dengan musik, dipaksa menjadi seorang ahli matematika.
Pribadi Terbaik Di Masing-Masing Tipe Kecerdasan
Saya beruntung, diamanahi sepasang putri dan putra. Secara umum, mereka berdua segera terlihat menonjol di kecerdasan Kinestetik dan Linguistik. Meski sempat khawatir, karena mereka baru merepet seperti beo rata-rata setelah 22 bulan, sampai saat ini kami kerap memiliki momen saling bercerita yang seru. Bahkan, kami berempat, secara pasif menggunakan empat bahasa keseharian berbeda. Bahasa Indonesia pastinya, bahasa Sasak Lombok, bahasa Jawa dan sedikit bahasa Inggris.
Di lima tahun pertama mereka, bermain di luar ruangan semacam jadi kewajiban. Putra bungsu yang terlahir dengan bawaan ekstremitas tungkai, dimana sepasang kaki kanannya dua kali lebih besar dari tungkai kiri, agak mengerem aktivitas luar ruang karena pernah terkilir tangan dan patah tulang paha kanan. Bagaimanapun, saat ini, dia tetap semangat bermain layangan dan kadang bercerita keseruannya memburu layangan putus.
Dua jenis kecerdasan, yang membutuhkan usaha ekstra saya, bagaimana mereka bisa dan mau mengenal buku. Juga membacanya. Satu kecintaan luar biasa yang alhamdulillah terjaga sampai sekarang. Anak kinestetik yang bisa duduk diam dan sekian waktu tertentu, membaca deretan kata tanpa gambar dan menyelesaikan satu buku fisik?
Alhamdulillah, ternyata bisa.
Buku Di Setiap Momen Keluar Rumah
Saya memulainya dengan melakukan yang saya ingin mereka lakukan. Ketika perlahan mengenalkan aktivitas membaca buku, saya menunjukkan langsung dengan setiap keluar rumah, mereka melihat sendiri ada minimal satu buku fisik di dalam tas. Tindakan nyata lainnya, terutama saat mengantri, saya membaca buku dibandingkan menghabiskan waktu bersama gadget.
Mereka melihat saya melakukan, bukan sekadar memerintah. Saat akan pergi keluar atau saat membongkar tas setelah bepergian, buku selalu terselip di dalam bawaan. Di beberapa sudut rumah, buku berjejer rapi, menunggu untuk dibaca atau dibaca ulang.
Tindakan Nyata Sebagai Perintah Bersama
Kalimat judul post ini dan sub bagian di atas, mulai tak terhitung kali saya gunakan. Padahal, awal pertama merekam jargon ini, di hari kedua Writingthon Festival Perpusnas RI dan Storial Co di awal September. Penulis Wisnu Suryaning Adji menyebutkan jargon ini milik seseorang yang ia kagumi – hiks, nyesel ndak mencatat nama beliau dengan baik. Jargon yang sejatinya memang benar.
Sebagian besar kita, lebih suka jika melakukan langsung satu pekerjaan, dibanding hanya diperintah tanpa aksi nyata. Demikian pula anak-anak, apapun tipe kecerdasan yang mereka miliki.
Lagi-lagi ke anak-anak saya, putri sulung saya sedang membangun mimpi menjadi seorang barista. Ia pernah ngobrol, “Bunda, aku lebih mudah paham pas setiap racikan kopi aku lihat langsung proses membuatnya. Kalau membaca catatan atau diberitahukan tanpa praktek, seringnya aku ngang ngong. Susah paham, “ keluhnya.
Aksi melakukan langsung, mencegah kita disebut sebagai seseorang yang NATO - No Action Talk Only, atau OT - Omong Thok. Ya itu tadi, satu aksi nyata, lebih ampuh dibandingkan seribu perintah. Contoh lainnya lagi, kalau mengaku-aku jadi blogger, ya blognya memang wajib pake banget di update.
Selesai update blog, baru traveling lagi, Skuy..
Aku baru ngeh dirimu tinggal di Lombok mbak haha ke mana aja akuuu :D
ReplyDeleteAnak zaman skrng emang maunya nyontek langsung orunya gak sekadar menerima perintah yaa.
Seneng kalau anak2 sejak kecil udah tau mau jd apa ya mbak ya mbak jd ortu tinggal memfasilitasi dan mengarahkan :D