Shock. Satu kata tunggal yang paling tepat menggambarkan, ketika dua kali menamatkan ‘Bersyukur Masih Insecure’, karya terbaru penulis Dwi Suwiknyo. Buku terbaru ini terbit dengan 182 halaman, 9 sub bagian. Ada alasannya.
Sepertinya saya sungguh menjebak diri pada kalimat judul buku ini. Ekspektasi awal, isi buku akan seperti buku ‘agama’ atau ‘motivasi diri’ kebanyakan. Meski memang sebagiannya benar, namun ada beberapa yang membuat terkejut, dan membuat saya harus menuliskan ulang review sampai hampir lebih dari tiga kali. Tulisan awal yang selalu terasa tak tepat. Masih salah.
Tak terhitung pula diskusi ringan ke teman, bagaimana hendaknya saya menuliskan review buku ini. Lalu, ada ide sederhana. “Ya sudah, tuliskan saja tentang kebingungannya”. Wah, iya!
Apa Ada Yang Tak Insecure?
Menurut saya, tidak ada. Keyakinan yang sepertinya juga disepakati Dwi Suwiknyo. Manalagi jika memasukkan momentum dua tahun pandemi. Bisa jadi, yang berbeda hanya skala, lepel, berat ringannya, dalam atau tidaknya, dan masih banyak lagi kombinasi kata sifat lainnya. Pandemi memaksa insecure massif. Semua lapisan masyarakat. Semua profesi.
Kalaupun ada yang tidak insecure, antara mereka berhasil menyimpannya rapat di hati — minimal tidak menjadikan status terselubung, kadang disebut juga curcol (curhat colongan), di sosial media mereka. Mereka yang mampu hanya mewartakan sisi-sisi terbaik, bahagia, kebersyukuran, meninggalkan sisi-sisi menyesakkan di bagian yang rahasia. Hanya bisa diketahui oleh yang berhak. Orang-orang terkasih, atau ke yang Maha Memberi Hidup.
Buku 'Bersyukur Masih Insecure' diterbitkan Juni 2022Total 182 halamanNomor ISBN: 978-979-017-469-6Dua buku Best Seller Dwi Suwiknyo lainnya; Biar Susah Asal Berkah dan Biar Lelah Asal Lillah
Lalu, apakah insecure berbahaya?
Di buku Dwi Suwiknyo, insecure bahkan menjadi dasar untuk bisa selalu bersyukur. Bagi saya, jelas tidak berbahaya. Ya itu, karena justru jadi pendorong utama untuk konsisten, terus menerus mengedepankan rasa syukur. Akan berbeda, jika kita memilih sisi sebaliknya. Bahaya. Insecure bisa membuat kita terpuruk, menarik diri dari lingkungan (a sosial), rendah diri parah dan berbagai efek negatif lainnya.
Deretan efek negatif inilah yang ‘ditentang’ habis-habisan oleh Dwi Suwiknyo. Kalimat ‘insecure sebagai dasar untuk kita selalu bisa bersyukur’, rasanya gambaran umum dari satu buku terasa selesai. Nyatanya tidak. Buku ini menceritakan jauh lebih banyak. Cerita-cerita sederhana.
Sesederhana ketika saya tak sadar ikut berdendang, di kutipan sebagian lirik lagu D Massive ‘Jangan Menyerah’. Atau kutipan lirik lagu Dewa 19, Ebiet G Ade, juga beberapa lagu populer Indonesia lainnya. Lalu, rasa permakluman dan O panjang ( di dalam hati), ketika menyimak rujukan cerita-cerita personal di dalam buku.
Namun, sebelumnya, pembuka di bagian ‘Prakata’ buku, sontak membuat merenung dalam. Di awal, Dwi Suwiknyo mengingatkan: saat kita sudah yakin, memiliki ilmu, lalu ada pula pengalaman yang cukup, lantas selesaikah tanggung jawab kita? Cukupkah setiap permasalahan terjawab di sekian menit Pillow Talk, atau muhasabah rutin harian di – mungkin, sekitar setengah jam sebelum benar-benar terlelap?
Kalimat panjang pertanyaan, yang tadinya hendak saya jadikan sebagai pembuka dari review buku terbaru saya. Buku yang juga baru saja terbit, ‘Bersyukur Masih Insecure’, karya penulis Best Seller Nasional (dua buku best seller telah pula beredar di negeri jiran Malaysia), Dwi Suwiknyo. Terbit di bulan Juni, praktis saya menyelesaikan review ini, hampir lebih dari dua bulan!
Ya itu tadi. Saya terjebak ekspektasi dan sekian kali menuliskan review, merasa diksinya tidak tepat. Syukurnya, sekarang sudah bisa tersusun. InshaAllah sudah sesuai dengan kesan personal saya terhadap buku ini.
Bagaimana Bersyukur Meski Insecure?
Buku saya tamatkan dua kali. Di samping untuk menguatkan kesan-kesan baik yang saya dapatkan, juga semoga bisa mengekor ilmu mendasar yang dibagikan Dwi Suwiknyo di buku terbarunya ini. Bahwa;
Pertama, setiap manusia sejatinya telah memiliki iman – keyakinan kuat terhadap sesuatu. Kecenderungan merasai momen-momen insecure, keberadaanya sama. Kita manusia. Putaran emosi, sering berubah sewaktu-waktu. Atas dasar iman-lah, segala perputaran emosi mampu kita jadikan untuk kedepankan sisi-sisi terbaik. Kita lalu mampu mengendapkan, meminimalkan, mengurangi hal-hal yang buruk. Proses hidup yang berlangsung sejak kita lahir dan terputus ketika ajal sampai.
Kedua, belajar sungguh benar juga, pemutusnya hanya ajal. Jaman digital yang berkembang masif dan sangat cepat, menyediakan bahan ajar di ujung jemari. Dua generasi setelah abad milenial kita lewati bersama, cenderung menjadikan gadget pintar, begitu dekat di jantung dan hati mereka. Harfiah. Bangun dan menjelang tidur, gadget pintarlah yang seringkali lebih dulu diraih. Mari sama berharap, ilmu yang dibawa, terjangkau dan bisa dibuka kapan saja di gadget pintar, menjadikan anak-anak kita di dua generasi, jadi mudah serta bisa mendapatkan pengetahuan-pengetahuan (skills) terbaik yang membuat mereka menjadi manusia paling bermanfaat.
Ketiga, belajar mengedepankan syukur di banyak kondisi. Iman sudah. Pengetahuan sudah. Langkah selanjutnya, berbekal iman dan pengetahuan, menjalani semua jenis nikmat dengan penuh kesyukuran. Bahkan nikmat berupa sakit sekali pun. Tertusuk duri, kita tahu sebagai penggugur dosa-dosa kita. Demikian pula saat sakit. Seringkali kita saling menyuntikkan semangat kesembuhan, karena sakit sejatinya bagian dari pengguguran dosa.
Demikianlah. Buku ringan, namun berikan daya ungkit luar biasa. Overthingking mungkin masih sulit terhindarkan, tetapi selalu jauh lebih baik untuk bersegera kembali pada ritme produktivitas serba positif. Apapun jenis pekerjaan kita.
Jelang wiken lagi ini. Sudah ingat sisipkan buku di backpack-mu? Travellingnya jangan lupa membekal buku ya.
Ya sebagai manusia tentu kita memiliki rasa insecure masing-masing. Dan untuk mengatasinya tergantung pada kemampuan diri masing-masing. Selalu positif thinking dan dikelilingi oleh orang-orang yang mendukung dan menyayangi kita
ReplyDeleteLuar biasa efeknya kalo kita dapat merubah insecure ini hingga menjadi rasa syukur yaa Mba. Bukunya kayaknya bagus nih, Mba mengingatkan kita arti hidup dengan penuh syukur..
ReplyDeleteMeski insecure tetap harus bersyukur ya Mbak. Karena memiliki rasa syukur kita jadi bisa lebih kuat dan malah tidak lemah ya. Bisa jadi belajar lebih banyak untuk menghadapi hidup.
ReplyDeletetahu ga mba, bulan-bulan ini perasaan insecure adalah perasaan yang membebaniku. Masalahnya receh, aku inscure kenapa belum punya pasangan, janganlah nikah dulu, punya pacar dulu deh. Tapi ntahlah, aku coba untuk tidak terlalu memikirkannya
ReplyDeleteKalo berfikir kita udah dapet banyak anugerah emang selayaknya kita bersyukur.. apalagi kalo berfikir bahwa banyak orang nggak seberuntung kita.. insecure gak papa tapi jangan lama lama...
ReplyDeleteHidup dengan penuh rasa syukur memang akan membuat segalanya lebih ringan yaa. Kita gak perlu iri terhadap orang lain karena udah merasa cukup dengan kehidupan kita sendiri
ReplyDeleteSetelah melalui berbagai hal, berkenalan dengan berbagai kalangan, akhirnya aq tau dengan nyata bahwa semua itu tidak seperti yang terlihat dan terbayangkan. Orang terkaya sekalipun, punya kejatuhan. Orang sepercaya diri apapun, pernah jatuh. Kita semua punya potensi, semangat!
ReplyDeleteSetuju banget kalau setiap orang pasti pernah merasakan insecure. Saya memilih untuk selalu bersyukur dengan hal terkecil sekalipun agar tidak insecure karena kalau tidak dilawan rasa insecure bikin gak produktif ya mbak
ReplyDeleteInsecure itu wajar. Yang penting sebisa mungkin terima kenyataan dan bersyukur dan apa yang kita miliki dan tidak miliki. Karena apapun yang terjadi, life must go-on.
ReplyDelete