Baru saja menunaikan hutang tulisan, sedikit berbagi pengalaman pribadi tentang kepercayaan menjadi MC atau narasumber di satu event. Nah, kira-kira, untuk anak-anak kita, pembelajaran yang mana yang bisa dilakukan?
Liputan Pers Release satu event surfing di Siwa Cliff, Lombok Tengah. Jenis event yang tidak bisa membawa anak-anak. Cred. GenPI Lombok Sumbawa |
Saya sendiri, dua anak-anak cukup punya 'nyali'. Dulu. Saat mereka masih di usia emas, Lima tahun ke bawah. Satu sisi, acara rutin bulan di RT tempat kami tinggal, mereka memang kerap melihat langsung, saat saya sesekali jadi MC di acara-acara RT. Tak banyak. Sekitar 20 an keluarga di satu sudut di wilayah Semarang selatan.
Pembelajaran Melalui Contoh Nyata
Salah satu kenangan manis bersama almarhum bapak saya, ketika beliau meminta menterjemahkan langsung satu siaran berita dalam Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Beliau hendak memastikan, pilihan saya masuk ke program studi Bahasa Inggris, berdampak langsung pada kemampuan berbahasa asing saya.
Alhamdulillah, berhasil. Meski belum lancar, saat itu saya mampu membuktikan, penguasaan kosa kata saya memang meningkat, dibandingkan pas masih SMA. Bekal kenangan baik ini pula, kemudian saya terapkan saat memiliki dua anak. Permintaan apapun, sebaiknya disertai dengan contoh langsung saja.
Salah satu sudut pemandangan di Pantai Semeti atau Pantai Mawi, Lombok Tengah. Anak-anak sudah saya ajak ke sini, lebih dari 3X. Dokpri |
Belajar Punya Nyali Sejak Kecil
Umumnya, anak-anak mulai mengenal malu seiring pertumbuhan usia mereka. Tidak masalah. Bahkan, sejatinya rasa malu wajib dimiliki, terutama untuk tindakan, perilaku atau sikap serta sifat yang merugikan orang lain. Sederhananya, yang sesuai standar umum norma yang berlaku di masyarakat kita.
Sebagai ‘orang timur’, sesederhana salim tangan ke pihak yang lebih tua, kadang bisa memicu ‘gunjingan’. Akan lebih adem hati, jika anak-anak kita bisa salim tanpa harus disuruh. Atau bahasa tubuh, yang agak merendah ketika harus berjalan melewati deretan orang tua.
Pemahaman umum inilah, yang kemudian membuat kami (saya dan suami) sesekali mengajak langsung anak-anak di aktivitas saat berburu berita, materi tulisan, atau sekadar update konten di akun sosmed. Ketika terlibat langsung, anak-anak jadi melihat sendiri, kapan mereka bisa ikut bermain HP, atau menahan diri jika saya masih sedang berbicara dengan para narasumber.
Di lain waktu, anak-anak juga bisa mengerti, ada jenis event yang mereka tidak bisa ikut. Baik karena sifatnya yang formal, atau keharusan tidak boleh membawa anak-anak.
Yang ini, salah satu sudut Makam Keramat Sakti di Desa Wisata Sugian, Lombok Timur. Anak-anak juga sudah bolak balik ikut ke spot ini. Alhamdulillah. Dokpri |
Pembiasaan kecil di atas, menurut saya, adalah sebagian proses dari menumbuhkan rasa percaya diri anak-anak. Selanjutnya, jika misal mereka pun tertarik untuk menjalani profesi MC, atau mendadak ketiban jadi narasumber satu acara tertentu, di masa kecil mereka telah memiliki bekal mendasar.
Bahwa, setiap orang, sama berhak dan miliki kesempatan yang sama, menjadi sosok yang berada di atas panggung. Di depan. Yang berbicara di balik ‘mike’, dimana para hadirin akan hening, menyimak setiap kata yang diucapkan.
Tentu dengan menguasai ilmu berbicara di depan publik, menguasai ilmu yang dibagikan saat menjadi narsum, dua dari banyak syarat lain untuk kita bisa dipercaya sebagai MC atau pembicara.
Iqra’, iqra’, iqra’. Bismillah, aamiin.
Setuju Kak, perlu dibiasakan sejak kecil agar anak berani naik panggung, jadi MC, dll. Jadi dia udah tahu panggung itu seperti apa, cara megang mic yg bener kayak gimana, cara melatih artikulasi biar ngomongnya jelas n gak belibet, dll.
ReplyDeleteBukannya tiba2 nyuruh anak naik panggung tapi gak dibiasain dan gak dikasih tahu caranya, itu rasanya rrrr banget.
iya bener nih, Kak. Kalau tiba-tiba aja disuruh naik panggung mah yang ada malah demam panggung. Butuh latihan dan semuanya akan lancar saat sudah dibiasakan dari awal.
DeleteTerima kasih mba Nanik..tips2nya keren nih. Dan saya setuju sekali bahwa memberi contoh langsung akan lebih berdampak daripada hanya mengajarkan secara teori/lisan ya.. BTW..foto2nya cakeeep as always..
ReplyDeleteMemang alngkah baiknya dari kecil sudah mengenal cara tampil di depan publik. Ya tergantung orang tuanya juga sih ya, tapi ga ada salahnya hal-hal seperti ini menjadi perhatian agar saat dia dewasa nanti lebih memiliki bekal dewasa lebih baik.
ReplyDeleteAla bisa karwna biasa y mbak klo udab dibiasakan sejak kexil apalagi klo anaknya ekapresi dan mudah begaul paasti lebih gampang ya
ReplyDeleteWah setuju banget, pembelajaran seperti itu memang harus diajarkan sejak dini, supaya nanti saat sudah dewasa udah mulai berani dan gak malu-malu untuk maju dan bersuara sendiri.
ReplyDeleteTips nya mau aku coba di anakku ah mba..dia demam panggung banget..padal mamanya hobby manggung 😄
ReplyDeleteemang pembiasaan ini perlu digencarkan kepada anak-anak apalagi masih kecil, makin mudah untuk dibiasakan ya, Kak. Makasih tipsnya, Kak :)
ReplyDeleteTips nya mau aku coba di anakku ah mba..dia demam panggung banget..padal mamanya hobby manggung . Kemarin pas acara hari pahlawan tiba2 sakit perut waktu di suruh fashion show di depan teman2nya. langsung minta pulang
ReplyDelete